Sabtu, 21 Maret 2015

Berkah Doa Al Maghfurlah Kiai Cholil Nawawie


Berkah Doa Al Maghfurlah Kiai Cholil Nawawie

·         Nama: KH. Jauhari Aris  Al Fananni
·         Alamat: Langkap Burneh Bangkalan
·         Lahir: Bangkalan, 08-mei-1948
·         Ayah: H. Syarqowi
·         Ibu: Munawwaroh
·         Pendidikan: SD Burneh Bangkalan, MMU Ibtidaiyah Pondok Pesantren Sidogiri, PMP (Perguruan Muallim Pertama) Darul ulum Paterongan Jombang, PMA (perguruan Muallim Atas)
·         Kegiatan: Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikmah Langkap Burneh bangkalan.
Rumah sederhana di utara masjid jamik Sidogiri itu tampak dipenuhi tamu. Rumah itu adalah kediaman Al Maghfurlah KH. Cholil Mawawie. Pengasuh ke-7 Pondok Pesantren Sidogiri. Dapat dipastikan  hampir setiap hari kediaman kiai Cholil tidak pernha sepi dari tamu. Mereka yang datang dari berbagai kalangan dan dengan beragam keperluan. Saat itu. H. Syarqowi juga sedang sowan kepada kiai Cholil  H, Syarqowi meminta izin memamitkan putranya yang telah lima tahun berada di sidogiri untuk berhenti mondok. Alias boyong.  Kiai Cholil bertanya kepada anak itu kenapa ingin meninggalkan pesantren..?
Bocah belia itupun menjawab dengan enteng, “ karena sudah tidak kerasan kia”
Kiai Cholil pun berkata, “ La reah jujur reah. Engkok senengan dekiyeh. Edueaginah conh=g. yeh..edueaginah1 “ (nah.ini jujur. Saya lebih senang seperti ini. Saya doakan kamu nak. Saya doakan)

Bila anda pernah ke singgah  ke Masjid Agung Burneh bangkalan sore hari, maka akan melihat beberapa pemuda pemudi yang sedang pulan dari sekolah. Ya, mereka itu sebagian mahasiswa Sekolah Tinggi Islam Tarbiyah darul Hikmah. Pondok Pesantren Darul Hikmah Desa Langkap. Burneh Bangkalan. Pondok pesantren darul Hikmah yang saat ini memiliki 900 santriwan-santriwati dan berada di bawah asuhan KH. Jauhari Aris, sosok anak kecil dalam cerita pembuka diatas yang mendapatkan doa langsung dari Al Maghfurlah KH. Cholil Nawawie.
KH. Jauhari Aris masih tampak energik. Meski beliau tak lagi muda. Ia lahir di langkap, Burneh Bangkalan Madura. Jawa Timur pada 08-mei-1948. Ia adalah anak pertama dari lima bersaudara. Ayahnya bernama H. Syarqowi, seorang tokoh masyarakat dan guru mengaji. Sedangkan ibunya bernama Hj. Munawwarah.
Ia menelesaikan pendidkan dasarnya di SDN Burneh Bangkalan tahun 1959. Kemudian melanjutkan ke MMU Ibtidaiyah PPS dan selesai tahun 1956. Setelah itu ia bersekolah di PMP ( Perguruan Muallim Pertama) dilanjutkan ke PMA(Perguruan Muallim Atas) di Pesantren Darul Ulum Paterongan Jombang Jatim.
Meski di sidogiri jauhari hanya sampai jenjang pendidikan ibtidaiyah. Ia terbilang anak yang rajin. Ia juga mengikuti pengajian yang diajarkan langsung oleh Kiai Cholil, seperti Kitab Fathul Qorib, Tafsir. Dan Ihyak Ulumudin.

Nyantri di jombang, setiap minggu ngaji ke Jawa Tengah
      Selepas dari sidogiri tahun 1965 Jauhari meneruskan pengembaraan ilmunya ke pesantren Darul Ulum Paterongan Jombang.
Di darul Ulum, Jauhari dikenal sebagai satu dari santri yang mahir membaca kitab kuning. Ia juga sering menggantikan guru. Kalau diantara mereka ada yang berhalangan mengajar. Karena kelebihan yangia miliki. Tahun 1970 Kiai Musta’in Romli memberinya amanah untuk ikut serta menjadi staf pengajar di sana.
“jauhari. Disini anak-anak selalu gagal mengajari Ushul Figh dan Qawaid. Belum ada yang sukses, sekarang saya pasrahkan kepada kamu untuk mengajarkannya pada anak-anak!” Pesan kia Musta’in memberi amanah.
Amanah dari kiai musta’in romli benar-benar berusaha dijalankan dan dijaga jauhari dengan sekuat tenaga. Untuk persiapan mengajar. Jauhari bias menghabiskanberjam-jam waktunya dimasjid pesantren.

“kalau ketepatan tidak ada jadwal mengajar. Maka saya gunakan untuk muthala’ah. Bisa dari jam tujuh pagi sampai setelah ashar. Namun kalau ada jadwal mengajar biasanya dimulai setelah dzuhur sampai setelah Ashar” kenangnya.
Disamping itu setiap kamis sore. Jauhari pergi mengaji ke Alm. KH. Imam Al Ghazali jawa tengah dari jombang bernagkat kamis sore dan akan sampai di sarang sekitar jam 11 malam.
      Juma’at pagi sampai sore mengaji kitab al bukhari dan al hikam. Dan selesai pengajian langsung pulang ke jombang lagi. Istikamah belajar ini, dijalani selama lima tahun.

Membingkai Pendidikan Agama dengan Formalitas
      Setelah kurang lebih Sembilan tahun menimba ilmu di pesantren Darul Ulum Paterongan, tahun 1974 Jauhari kembali ke kampung halamannya.
      Pulang dari perantauan menimba ilmu, jauhari tidaklah sulit ntuk mengamalkan ilmu yang telah ia perolah dari pesantren. Ia langsung diminta sang ayah untuk membantu mengajari_+ 50 anak yang setiap malam pergi belajar mengaji ke rumahnya.
      Dengan berbekal pengalaman menjadi guru di Darul Ulum Jombang. Jauharipun mulai memberikan tambahan pelajaran lain kepada santrinya selain mengaji Al-Quran.Tahun, 1976 Jauhari mulai mendirikan dua madrasah sekaligus, Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Para thalib al-ilmi pun berdatangan dari berbagai daerah di Bangkalan Surabaya sampai Kalimantan.
      Sukses mendirikan madrasah diniyah. Kiyai jauhari berniat untuk mendirikan pendidikan formal.keinginan bekiau, sebenarnya berawal dari keperihatinannya melihat masyarakat sekitar yang mulai banyak beralih ke pendidikan formal.
      Anak-anak burneh yang sekolah formal, harus menempuh perjalanan yang lumayan jauh ke Bangkalan kota. Yang tentu harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Pulang sekolah merekatidak lantas pulang ke rumah. Tapi masih nongkrong di pingiran Bangkalan kota. Akibatnya ikhtilath baina rajul wal mar’ah pun tak bias dihindari.
      “saya melihat ketika sore, siswa-siswi masih menunggu berkumpul di pinggir jalanan Bangkalan kota. Mereka sekolah berangkat jam 6 sore.” Cerita KH. Jauhari ironis.
      Gayungpun bersambut. Pada awal tahun 1980, di pesantren Darul Hikmah mulai didirikan SMP. Disusul SMA dan Sekolah Tinggi Tarbiyah tahun 2004, dan SMK tahun 2009. “ tapi semua sekolah iyu hanya namanya saja formal, ssementara yang di ajarkan selain materi ilmu umum, tetap Alfiyah (ilmu nahwu) fiqhi, hadist dan tafsir.

Produktif Mengarang Menterjemah Kitab Kuning
      Buah amanah yang diberikan KH. Musta’in Romli kepada KH. Jauhari rupanaya bias dinikmati saat ini. Konon ketika Jauhari dipasrahi beliau untuk mengajarkan mata pelajaran Ushul Fiqhi dan Qaidah Fiqih, disela-sela belajarnya.
Mustain sempat memilik catatan keterangan tambahan yang ia kutipdari kitab beberapa kitab Ushul dan Qaidah. Catatan itu lalu beliau kumpulkan dan dibukukan menjadi sebuah kitab bernama Syudzuratus as-Sara’ir Fi Asybah wa an-Nadzair, Miftahul Wusul Fil Ushul (Terjemahan kitab Ushul). Selain itu beliau juga memiliki karya yang lain berupa Minhaj  as –Salik Fi tarjamati al-fiyah ibnu malik (terjemahan kitab al-fiyah ibn malik 3 Juz), Mathlab al- faridh fi Tarjamati’Iddah al-Faridh dan Fiqh Islam terjemah Qurratul’Ain.
      Menurut pengakuan KH. Jauhari, sebenarnya yang paling patutu menerima syukurnya, adalah salah seorang ustadznya dulu ketika masih bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah di Sidogiri.
      “Dulu, saya sempat kesal pada pak guru saya, karena sangat keras dan disiplin dalam mendidik muridnya. Tapi sekarang, beliaulah orang yang paling saya sayangi. Karena seandainya dulu saya tidak dididik disiplin, maka mungkin saat ini, saya tidak menjadi seperti ini’.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar